Keisengan sering menjadi pangkal cyberbullying. Di dunia maya perilaku ini semakin disenangi karena pelaku bisa menjadi anonim. Inilah salah satu elemen dasar yang membedakan bullying dan cyberbullying. Sebenarnya apa itu cyberbullying?
Cyberbullying dapat diartikan sebagai tindakan menyerang, melecehkan, atau merendahkan orang lain menggunakan pos-el (e-mail), sms, chatting, online posting, dan lain-lain. Tindakan ini bisa berupa mengirimkan/mengunggah pesan atau gambar untuk menyakiti orang lain, memfitnah, dan lain sebagainya.
Menurut data i-SAFE America, sebuah organisasi yang mengampanyekan edukasi berinternet aman, 58% siswa di sana pernah menerima kata-kata menyakitkan di dunia maya, 42% di antaranya mengaku pernah mengalami cyberbullying. Hasil survei Symantec malah lebih mengejutkan, 96% anak Indonesia yang menggunakan Internet pernah punya pengalaman buruk saat online. Lebih dari seperempatnya mengaku pernah diajak ‘kopi darat’ oleh orang asing di Internet.
Mengapa berbahaya?
Perputaran informasi yang begitu cepat di Internet dan perangkat digital bisa memperparah distribusi cyberbullying itu sendiri. Kadang cukup sulit untuk membersihkan atau memangkas penyebaran materi bullying di Internet. Dampak cyberbullying sendiri bisa sangat menghancurkan mental seorang anak. Korban menjadi minder, susah tidur, menarik diri dari pergaulannya, bahkan depresi. Beberapa kasus di Amerika Serikat berujung pada kematian: korban mengakhiri sendiri hidupnya.
Anak yang menjadi korban cyberbullying umumnya menunjukkan gejala perubahan emosional yang signifikan. Mereka bisa merasa sangat marah, bingung, khawatir, dan lain-lain. Hal ini sangat tidak sehat bagi anak, karena pada usia ini mereka baru mulai aktif menjalani kehidupan sosialnya. Pengalaman buruk ini justru dapat memicu trauma berkepanjangan.
Tip menghadapi cyberbullying
Berikut hal-hal yang perlu disampaikan kepada anak-anak untuk menghadapi cyberbullyng.
- Abaikan dan hindari sumber cyberbullying. Matikan segera komputer, Intenet, dan perangkat digital lainnya.
- Jangan ladeni atau membalas. Semakin anak emosi dan merespon, pelaku semakin menjadi-jadi. Biasanya pelaku hanya iseng ingin tahu reaksi anak. Jangan biarkan dia tahu rencananya berhasil.
- Dokumentasikan materi cyberbullying tersebut sebagai bukti.
- Atur kembali pengaturan privasi akun di jajaring sosial, misalnya. Blokir si pelaku dari daftar teman atau koneksi.
- Ceritakan pada teman atau orang dewasa yang dipercaya. Curhat dapat meringankan bebean psikologis anak.
- Tekankan kepada anak, bahwa nilai kesopanan yang diajarkan di dunia offline juga berlaku di dunia maya.
- Beritahu kepada anak bahwa sebagai orangtua kita siap menjadi pendengar yang baik dan membantu mereka menghadapi cyberbullying. Tunjukkan empati dan simpati kita kepada mereka.